prinsip dasar dan nilai-nilai ekonomi syariah
Ekonomi syariah merupakan jargon yang cukup baru dalam dunia ekonomi. Ekonomi syariah muncul sebagai sebuah kekuatan baru ekonomi dunia; sebagai upaya memecahkan polemik ekonomi yang melanda dunia saat ini. Gerakan ekonomi syariah hadir seiring dengan semangat untuk menghidupkan syariat dalam setiap dimensi kehidupan manusia.
Ekonomi syariah sebagai sebuah sistem ekonomi berlandaskan pada al Qur’an dan hadis. Gerakan pembaruan ekonomi berlabel ekonomi syariah telah berjalan sejak beberapa dasawarsa yang lalu. Gerakan ini dipicu oleh keprihatinan oleh beberapa ilmuwan Islam-khususnya ilmuwan ekonomi-terhadap berbagai polemik yang melanda perekonomian dunia, terutama perekonomian negara-negara muslim. Konsensus para ilmuwan mengarah pada satu faktor pemicu, yaitu masih diterapkannya sistem ekonomi konvensional dalam aktivitas ekonomi negara-negara di dunia, termasuk negara-negara muslim.
Pertengahan abad ke-20 tercatat sebagai reinkarnasi atau kelahiran kembali apa yang dicanangkan sebagai Islamic economics (ekonomi Islam). Kelahiran ekonomi Islam (ekonomi syariah) dilandasi keinginan untuk mengembalikan aktivitas perekonomian umat agar sesuai dengan prinsip syariat Islam. Dalam kurun waktu beberapa dasawarsa, para pendukung ekonomi Islam telah mendirikan lembaga internasional. Salah satunya adalah International Centre for Islamic Economics yang bermarkas di King Abdul Aziz University Jeddah. Tercatat salah satu institusi Islam yang menjadi pionir dalam pengembangan ekonomi syariah adalah Nasser Social Bank (Mesir). Nasser Social Bank didirikan sebagai bank komersial tanpa bunga pada tahun 1971 pada masa presiden Anwar Sadat, yang beroperasi sebagai sebuah otoritas publik dengan status otonom, namun tidak secara spesifik menyebutkan Islam dalam anggaran dasarnya.
Dalam konteks Indonesia, penerapan syariat Islam-sebagai basis ekonomi syariah-telah terjadi jauh sebelum Belanda datang ke Indonesia. Pada abad XIV Masehi, penerapan dan penyebaran hukum Islam dilakukan oleh Sultan Malikul Zahir dari kerajaan Samudera Pasai.
Pada awal terbentuknya wacana ekonomi syariah, banyak di kalangan masyarakat yang beranggapan salah terhadap ekonomi syariah. Ekonomi syariah saat itu dianggap sebagai sistem yang konservatif, mengekang kreatifitas dan kebebasan berkarya dan berusaha, serta aturan-aturan dogmatis yang membuat pelaku-pelaku ekonomi tidak bebas untuk berinovasi dalam menjalankan roda perekonomian bangsa. Hal ini dapat kita sadari, mengingat realitas yang ada menunjukkan ada indikasi Islam dikonotasikan secara negatif, Islam dianggap sebagai agama yang ajarannya membatasi usaha manusia dalam menggunakan hak-haknya. Banyak pula yang meragukan sistem bagi hasil yang diusung ekonomi syariah dengan menghindari sistem bunga.
Setelah Indonesia meraih kemerdekaan, prinsip-prinsip hukum Islam mendapatkan kedudukannya dalam tata hukum Indonesia, dan yang paling aktual adalah lahirnya UU No.3 Tahun 2006 tentang Perubahan UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagai amandemen UU No.7 Tahun 1989. Perlu pula dicatat bahwa di Indonesia juga telah dikeluarkan UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan UU No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas sebagai amandemen UU No.1 Tahun 1995. Perkembangan paling mutakhir dalam konteks ekonomi syariah di Indonesia adalah lahirnya UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang merupakan regulasi utama dalam operasionalisasi perbankan syariah di Indonesia.
1. Prinsip dasar ekonomi syariah
Ekonomi syariah sebagai sistem ekonomi memiliki dua karakter dasar, yaitu sebagai sistem ekonomi Rabbani dan Insani. Ekonomi syariah dikatakan sebagai sistem ekonomi rabbani karena secara teoretik maupun secara praktis, ekonomi syariah senantiasa berlandaskan pada syariat dan nilai-nilai ketuhanan. Setiap aktivitas ekonomi yang dilakukan harus senantiasa berpedoman pada aturan-aturan syariat sehingga tidak keluar dari koridor Islam. Karakter Insani dalam ekonomi syariah bermakna sistem ekonomi syariah diselenggarakan dengan tujuan untuk kemakmuran segenap umat manusia. Penyelenggaraan kegiatan ekonomi tidak hanya bersifat pragmatis dan oportunis, melainkan juga bermuara pada satu tujuan luhur, yaitu terwujudnya keadilan masyarakat secara sosio-ekonomi.
Metwally, sebagai dikutip oleh Arifin, mengemukakan bahwa prinsip-prinsip ekonomi syariah adalah:
a. Berbagai jenis sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan Tuhan. Dengan prinsip demikian maka manusia sebagai pengelola alam akan merasa bertanggung jawab atas kelestarian dan sedapat mungkin menghindari eksploitasi atas kekayaan alam tertentu untuk kepentingan pribadi sekaligus merugikan kepentingan umum.
b. Islam mengakui kepemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu, termasuk kepemilikan alat produksi dan faktor produksi. Ekonomi syariah bukan sistem kapitalis yang mengakui kepemilikan alat maupun faktor produksi tanpa batas atau sistem sosialis yang tidak mengakui kepemilikan pribadi atas alat maupun faktor produksi. Ekonomi syariah adalah sistem yang mengakui kepemilikan pribadi atas alat maupun faktor produksi secara relatif dan berimbang, sehingga tidak bergesekan dengan kepentingan umum.
c. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama. Kerja sama sebagai yang kita ketahui adalah metode terbaik dalam usaha mencapai tujuan. Ekonomi syariah sejak dahulu telah menekankan pentingnya kerja sama dalam aktifitas ekonomi, karena dengan demikian manfaat atas kerja sama tersebut dapat dirasakan bersama diserta dengan pemerataan atas keadilan ekonomi yang digalakkan secara bersama.
d. Pemilikan kekayaan pribadi harus berperan sebagai kapital produktif yang akan meningkatkan besaran produk nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
e. Seorang muslim harus takut kepada Allah SWT dan hari akhirat. Kegiatan ekonomi adalah kegiatan yang tidak hanya berimplikasi duniawi, melainkan menuntut pertanggungjawaban di hari akhirat.
f. Seorang muslim yang kekayaannya melebihi ukuran tertentu diwajibkan mengeluarkan zakat. Inilah yang menjadi aksentuasi utama ekonomi syariah dalam penciptaan keadilan ekonomi. Prinsip zakat adalah prinsip fitrah yang menyentuh dimensi-dimensi kemanusiaan, seperti dimensi sosial, dimensi ubudiyah, dan dimensi psikis manusia.
g. Islam melarang setiap pembayaran bunga (riba) atas berbagai bentuk pinjaman. Ini adalah prinsip yang sejak awal kemunculan Islam telah ditetapkan melalui beberapa ayat yang secara tegas menyebutkan kedudukannya dalam syari’at. Riba tidak hanya merugikan perekonomian, akan tetapi lebih jauh riba dapat menimbulkan penyakit-penyakit masyarakat yang semakin memperparah kondisi dan stabilitas sosial, misalnya budaya pemeras, sifat mengeruk keuntungan sebesar-besarnya diatas penderitaan orang lain, dan hilangnya sensitifitas sosial.
Ekonomi syariah selayaknya dijalankan dengan mengacu pada prinsip di atas. Jika seluruh prinsip tersebut dijalankan dengan sebaik mungkin, maka pemerataan dan kemajuan ekonomi masyarakat bukanlah sebuah utopia atau idealitas belaka. Dengan menjalankan prinsip-prinsip diatas, keterpurukan ekonomi bangsa dapat diatasi dan optimisme akan kemajuan dan kejayaan bangsa dapat terwujud di tengah pergaulan dunia yang semakin kompetitif.
2. Nilai-nilai ekonomi syariah
Implementasi sistem ekonomi syariah berangkat dari sebuah tatanan nilai yang dibangun atas dasar ketetapan-ketetapan dalam al Qur’an dan hadis. Nilai-nilai yang dibangun secara substansial bermuara pada satu tujuan luhur, yaitu menciptakan tatanan kehidupan perekonomian yang berlandaskan Ketuhanan dan pemerataan ekonomi di masyarakat. Menurut Antonio, ada beberapa nilai dalam sistem ekonomi syariah, yaitu perekonomian masyarakat luas, keadilan dan persaudaraan menyeluruh, keadilan distribusi pendapatan, dan kebebasan individu dalam konteks kesejahteraan sosial.
a. Perekonomian masyarakat luas
Islam mendorong penganutnya berjuang untuk menikmati karunia yang telah diberikan oleh Allah. Islam juga mendorong manusia untuk berusaha sekuat mungkin dalam mendapatkan harta dengan cara yang etis dan halal, sehingga kemakmuran dan kemashlahatan di bumi tetap terjaga hingga akhir zaman.
b. Keadilan dan persaudaraan menyeluruh
Islam bertujuan untuk membentuk masyarakat dengan tatanan sosial yang solid. Dalam tatanan itu, setiap individu diikat oleh persaudaraan dan kasih sayang ibarat sebuah keluarga. Persaudaraan tersebut adalah persaudaraan yang universal dan tidak didasarkan atas kesamaan pada aspek tertentu, sebab pada dasarnya manusia adalah satu keluarga besar.
c. Keadilan distribusi pendapatan
Kesenjangan pendapatan dan kekayaan alam dalam masyarakat berlawanan dengan semangat serta komitmen Islam terhadap persaudaraan dan keadilan sosial-ekonomi. Untuk mewujudkan pemerataan pendapatan dalam masyarakat, sistem ekonomi Islam menawarakan beberapa cara, yaitu:
1) Penghapusan monopoli, kecuali oleh pemerintah dalam bidang-bidang tertentu yang menyangkut kepentingan masyarakat umum,
2) Menjamin hak dan kesempatan semua pihak untuk aktif dalam proses ekonomi, baik produksi, distribusi, maupun konsumsi,
3) Menjamin basic need fulfillment setiap anggota masyarakat.
d. Kebebasan individu dalam konteks kesejahteraan sosial
Prinsip-prinsip Islam dalam konteks kesejahteraan sosial adalah:
1) Kepentingan masyarakat harus didahulukan dari kepentingan pribadi.
2) Melepas kesulitan harus diprioritaskan daripada memberi manfaat, meski secara substansial keduanya merupakan tujuan syariah.
3) Manfaat yang besar tidak dapat dikorbankan untuk manfaat yang kecil dan bahaya yang lebih harus dapat diterima atau diambil untuk menghindari bahaya yang lebih besar.
bibliografi
Antonio, M.S. 2001. Bank Syariah: dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani.
Arifin, Z. 2003. Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta: AlvaBet.
Asnawi, M.N. 2007. Ekonomi Syariah sebagai Sistem Ekonomi Nasional: Dialektika Paradigma Ekonomi Syariah dengan Realitas Ekonomi Nasional Menuju Sistem Ekonomi yang Rabbani. Makalah dalam lomba karya tulis ilmiah mahasiswa berprestasi tingkat UIN Alauddin Makassar tahun 2007 (tidak diterbitkan).