Thursday, May 29, 2008

MATLAB Warning: Initializing Handle Graphics failed in matlabrc.

Hello Folks!
I'm finally here again though my spare time is almost nonexistent, to post a solution about a "MATLABonLinux" issue.

Yesterday after the month-long reorganization of my disks and data on my Desktop PC with the reinstallation of ArchLinux as OS... and in the same time after the failure of my old Laptop with the migration to another old laptop of all data and the installation from scratch of ArchLinux also there...
I installed MATLAB R2007a on ArchLinux under a 2.6.25 kernel, with JRE 1.6.0_05-b13 and Xorg 1.4.0.90

After a clean installation and a clean setup with the install_matlab script you have to run after the graphic install... I opened the program to see this message as output of the initialization process as it was just before the prompt:

Warning: Initializing Handle Graphics failed in matlabrc.
This indicates a potentially serious problem in your MATLAB setup, which should be resolved as soon as possible. Error detected was:
MATLAB:badsubscript
Attempted to access monitors(1,:); index out of bounds because size(monitors)=[0,4].

In matlabrc at 108


I began to search the Internet about this problem, but I found only references to a locale or pathdef problem I hadn't.

I tried to understand who called who in the initialization and going to matlabrc.m line 108 I found the call to another configuration/initialization script: hgrc.m
(All these configuration files are locate in your $MATLAB/toolbox/local/ directory where $MATLAB is your MATLAB installation path).

In hgrc.m I found the call to "get" to assign the matrix monitors who creates the issued that brought to the error.

In the MathWorks techincal documentation site you can find all the "Handle Graphics Object Properties" at this page
If you easily click on the root category of the properties in the list on the left you will find the very "MonitorPosition" property whose call led to an initialization error.

Actually the "get" call in hgrc.m assign to monitors the result of the MonitorPosition parameters that the MATLAB system recognized.

Probably due to a Java vs X incompatibility (I can't install FemLab because of a Java - X version to version issue) the get function returns and empty matrix for the call about MonitorDefinition

The solution is quite brutal. I read what data should output the get(0,'MonitorPosition') call, and I assigned them directly to the monitor variable modifying the hgrc.m script.

As you can find in the previous linked documentation page:

MonitorPosition

[x y width height;x y width height]

Width and height of primary and secondary monitors, in pixels. This property contains the width and height of each monitor connnected to your computer. The x and y values for the primary monitor are 0, 0 and the width and height of the monitor are specified in pixels.

The secondary monitor position is specified as

x = primary monitor width + 1
y = primary monitor height + 1

Querying the value of the figure MonitorPosition on a multiheaded system returns the position for each monitor on a separate line.

v = get(0,'MonitorPosition')
v =
x y width height % Primary monitor
x y width height % Secondary monitor

Note that MATLAB sets the value of the ScreenSize property to the combined size of the monitors



The monitors array for a 1024x768 monitor as mine should be:

monitors = [0,0,1024,768;1025,769,1024,768];


and for a 1280x1024 monitor as my desktop:

monitors = [0,0,1280,1024;1281,1025,1280,1024];



So in the end I commented this line in hgrc.m:

monitors = get(0, 'MonitorPosition');


inserting a '%' character before the line... and I added the manual assign of the correct matrix to the monitors variable:

monitors = [0,0,1024,768;1025,769,1024,768];


After this workaround my MATLAB starts without any problem and displays every figure correctly.

That's all folks.. I hope this solution is useful for someone...

Keep On Hacking!
bYe,
Andy

Monday, May 26, 2008

Sexy Asagiri

Photobucket
# Preview #

Asagiri Yuu got her start in shoujo manga, has drawn shounen (the racy Midnight Panther, also available in English) and eventually found her way to Boys Love (BL), where she's settled in nicely, producing a handful of gorgeous manga for Biblos and a veritable cornucopia of BL novels involving her manga characters. Golden Cain (Kin no Kain in the original Japanese) is one of her more recent titles, originally published in 2003, and is her first BL title to be translated into English.

Full Metal Alchemist

Photobucket


# Preview #

Sunday, May 25, 2008

Best naruto wallpapers #2

naruto wallpaper #1naruto wallpaper #1


Naruto Shippuuden wallpaperNaruto Shippuuden wallpaper


naruto wallpaper #2naruto wallpaper #2

Sunday, May 18, 2008

Manajemen SDM

1.Signifikansi Manejemen Sumber Daya Manusia
Diskursus mengenai manajemen sumber daya manusia (MSDM) tidak akan ada habisnya. Pasalnya, dinamika MSDM senantiasa mengalmi perkembangan dan improvisasi sesuai dengan pergerakan dan perubahan zaman. MSDM dahulu jelas berbeda dengan MSDM sekarang baik secara struktural maupun secara fungsional. Dalam konteks struktural, MSDM kini lebih kompleks dengan pos-pos jabatan yang terhubung dengan garis komando dan garis koordinasi. Secara fungsional, MSDM modern lebih spesifik dan terarah dengan aksentuasi pada profesionalitas dan spesialisasi orang yang menduduki jabatan tertentu.

Dari hasil diskusi, saya memperoleh gambaran betapa MSDM sangat dibutuhkan dalam operasionalisasi sebuah perusahaan dan atau organisasi. MSDM bertanggung jawab terhadap recruitment dan staffing, bertanggung jawab terhadap rencana strategis perusahaan/organisasi, prediksi peluang dan tantangan ke depan, antisipasi terhadap perusahaan pesaing, peningkatan nilai jual perusahaan, serta inovasi dan dinamisasi produk serta dinamika dalam perusahaan.
Terhadap sebuah pertanyaan audiens, saya kemudian mencoba memetakan beberapa tantangan dalam implementasi MSDM, baik dalam konteks perusahaan maupun organisasi. Pertama, tantangan internal. Tantangan internal ini mencakup beberapa varian. Budaya perusahaan yang otokratis, aktualisasi nilai loyalitas dan pemahaman atas dedikasi karyawan terhadap perusahaan, perpecahan dan dualisme kepemimpinan dalam perusahaan, missinergi antara satu bagian manajer dengan manajer lainnya maupun satu direksi dengan direksi lainnya, dan perbedaan prinsip dan konsep atas tujuan perusahaan. Kedua, tantangan eksternal. Tantangan eksternal mencakup beberapa dimensi, yaitu sosiokultural, hukum, ekonomi, dan sistem geo-politik. Dimensi sosikultural misalnya penolakan masyarakat setempat terhadap jenis perusahaan tertentu, misalnya perusahaan yang bergerak dalam pertambangan minyak, spare part mobil, dan pengembangan nuklir. Tantangan dalam konteks hukum berupa aturan perundang-undangan yang restriktif, artinya membatasi ekspansi dan inovasi perusahaan.

Sistem ekonomi yang dianut di suatu negara juga dapat menjadi tantangan tersendiri bagi perusahaan, misalnya negara yang menganut sistem ekonomi berbasis agraria cenderung menjadi tantangan bagi perusahaan yang bergerak dalam industri peleburan baja.
Saya tertarik dengan satu pertanyaan audiens tentang remanage MSDM. Pada dasarnya, remanage MSDM dapat dilakukan jika sistem yang ada sudah tidak up to date lagi atau sudah tidak sanggup menghadapi segala bentuk perubahan yang terjadi, atau ketika perusahaan sudah hampir collapse. Akan tetapi, yang perlu diperhatikan dalam remanage ini adalah analisis terhadap kondisi eksternal dan internal perusahaan. Perlu dipikirkan rekonsiliasi manajemen perusahaan, baik secara fungsional maupun secara struktural. Analisis SWAT agaknya menjadi keniscayaan sebagai pijakan awal dalam remanage manajemen perusahaan.

2. Perencanaan SDM
Perencanaan SDM merupakan salah satu aksentuasi yang menarik dalam MSDM. Perencanaan SDM merupakan proses decision making mengenai hal yang signifikan sebagai pijakan bagi kebijakan ke depan. Perencanaan secara substantif merupakan upaya untuk memetakan setiap masalah yang timbul serta mengambil langkah strategis sebagai pemecahan terhadap setiap permasalahan yang ada.
Perencanaan SDM dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama, kondisi internal perusahaan mempengaruhi pola dan arah perencanaan perusahaan. Kondisi internal yang dimaksud meliputi budaya perusahaan, pola hubungan antar karyawan, visi perusahaan, dan kompleksitas masalah dalam perusahaan. Kedua, kondisi eksternal. Harus diakui, bagaimanapun, kondisi eksternal sangat berpengaruh terhadap rumusan perencanaan SDM. Kondisi geopolitik, sistem ekonomi nasional, nilai-nilai sosiokultural, dan sistem hukum sangat mempengaruhi muatan perencanaan SDM suatu perusahaan.

Hal yang cukup menarik dalam diskusi minggu lalu adalah rekrutmen. Terjadi kontroversi mengenai substansi rekrutmen itu sendiri. Akan tetapi, menurut saya rekrutmen itu pada dasarnya mencakup proses pencarian tenaga kerja baru hingga diperoleh calaon tenaga kerja. Pun ada argumen bahwa rekrutmen juga mencakup penyeleksian calon yang ada tidak sepenuhnya salah. Jika kita mencoba mengidentifikasi kembali makna rekrutmen, maka hal tersebut dapat saja kita benarkan, tinggal bagaimana rasa dan nilai kebahasaan yang perlu diseragamkan sehingga dihasilkan suatu persepsi yang integratif.

3.Sleksi dan Penempatan
Pertanyaan sekarang, dimana signifikansi seleksi dan penempatan?. Pertama, seleksi dan penempatan merupakan ranah bagi perusahaan untuk memilih dan mengangkat tenaga kerja baru atau karyawan sebagai bagian dari manajemen perusahaan. Jika kedua hal tersebut dilakukn dengan metode yang tepat, maka perusahaan akan berkembang dengan baik karena tenaga baru yang dipilih sesuai dengan kebutuhan perusahaan; tenaga kerja yang memiliki presisi, determinasi, dan loyalitas yang tinggi terhadap perusahaan.

Kedua, seleksi dan penempatan merupakan cara untuk mempertahankan eksistensi perusahaan. Dalam dinamika perusahaan, masalah pasti muncul dengan segala derivasi dan implikasi yang dihasilkan. Ada berbagi masalah yang sering muncul dalam perusahaan, misalnya karyawan yang menduduki jabatan tertentu tidak efektif lagi dalam menjalankan tugasnya, kejenuhan yang menghinggapi karyawan yang duduk pada posisi tertentu, serta terjadi misinergitas antara satu karyawan dengan karyawan lainnya yang berpotensi menimbulkan kekacauan dalam perusahaan. Kedua aspek manajemen SDM tersebut sangat berperan untuk mengangkat perusahaan keluar dari polemik yang muncul. Caranya? Dengan penempatan dan seleksi karyawan baru yang lebih kompeten, memiliki visi yang dinamis dan progresif yang sangat membantu eksistensi perusahaan. Reposisi karyawan sebagai bagian dari penempatn agaknya cukup mumpuni dalam mengatasi masalah dalam perusahaan.

Terjadi sedikit kontroversi saat seorang audiens mempertanyakan masalah demosi...Pemateri mengatakan bahwa demosi itu perlu ada sebagai upaya untuk meningkatkan kinerja karyawan yang mengalami kemunduran atau stagnasi. Demosi sebagai upaya untuk mencegah PHK. Penanya justru berpendapat, untuk apa demosi jika hanya menurunkan jabatan seorang karyawan, alih-alih peningkatan kinerja, justru karyawan ybs semakin tidak bersemangat menjalani pekerjaannya.

Saya melihat demosi pada dasarnya bertujuan baik, paling tidak karena dua alasan. Pertama, demosi secara teoritik dan filosofis merupakan upaya untuk ‘menyadarkan’ ybs untuk meningkatkan kinerjanya. Demosi sebagai sebuah peringatan bagi ybs agar bekerja secara maksimal sehingga kinerjanya meningkat. Kedua, demosi merupakan upaya ‘menyelamatkan’ ybs dari pemecatan karena ybs dianggap tidak atau kurang produktif lagi.
Karena itu, dalam pelaksanaannya, perlu diperhatikan beberapa hal agar tujuan demosi dapat tercapai. Pertama, landasan filosofis pelaksanaan demosi harus kuat, artinya dasar bagi pelaksanaan demosi jelas dan logis serta pragmatik. Kedua, ybs perlu diberikan pencerahan mengenai kebijakan demosi ini agar dia menyadari substansi demosi yang diberikan kepadanya. Dengan demikian, maka tujuan demosi ini dapat tercapai. Ketiga, jabatan baru yang diberika kepada ybs bukan jabatan yang tidak disukainya, atau jabatan yang bukan merupakan kompetensinya. Karena itu, dalam demosi, sebaiknya ybs diberi jabatan yang memiliki hubungan dengan jabatan sebelumnya, sehingga proses belajar untuk peningkatan kinerja dapat berjalan dengan baik. Kesimpulan saya dari diskusi ini bahwa seleksi dan penempatan harus dilaksanakan dengan penuh kecermatan dan ketelitian. Seleksi dan penempatan ibarat gerbang kesuksesan suatu perusahaan. Karena itu, perencanaan yang matang menjadi harga mati bagi kesuksesan keduanya. Terlebih dengan dinamika inter-perusahaan saat ini sangat dinamis dan kompetitif sehingga kebijakan perusahaan senantiasa wajib untuk di up date untuk mempertahankan eksistensi dan ekspansi perusahaan diantara terjangan perusahaan lain.

4. Penilaian Kerja
Penilaian kerja merupakan proses mengukur, menganalisis, dan menyimpulkan kinerja karyawan dengan menggunakan target kinerja sebagai parameter utama penilaian. Penilaian pada dasarnya dilakukan untuk mengevaluasi kinerja seorang karyawan dalam kurun waktu tertentu untuk beberapa tujuan, misalnya pertimbangan kenaikan gaji, reposisi, pengembangan tujuan dan ekspansi perusahaan, serta perampingan kuantitas karyawan.

Dalam berbagai literatur, ditemukan sejumlah redaksi yang merumuskan tujuan penilaian kerja yang secara lex generalis dikelompokkan menjadi dua, yaitu tujuan berorientasi masa lalu dan tujuan yang berorientasi masa depan. Tujuan berorientasi masa lalu substansinya adalah how to solve kinerja karyawan yang tidak sesuai dengan target atau standar minimal perusahaan, misalnya dengan memberikan ganjaran atau hukuman sebagai proses awareness bagi karyawan ybs. Tujan yang berorientasi masa depan substansinya adalah how to build great character and beware to the existence. Misalnya, karyawan memahami peran dan tanggung jawabnya secara penuh sehingga akan berimplikasi positif bagi progresifitas kinerjanya. Perhatian utama pada dimensi penilaian mencakup probabilitas bias yang sering terjadi dalam suatu rangkaian penilaian yang diselenggarakan oleh perusahaan. Bias legalitas misalnya, merupakan contoh bias yang memiliki implikasi signifikan bagi suatu penilaian; kemungkinannya penilaian tersebut ditolak karena memiliki akibat hukum yang seirus jika hasilnya tetap dilaksanakan. Selain bias hukum, ada juga bias yang terjadi pada penilai yang muncul dari subjektifitas perspektif maupun pengalaman penyelia. Penyelia, idealnya memiliki perspektif yang luas dalam menilai seseorang, tidak terpengaruh dengan kompartementalisasi budaya, diversifitas prasangka, serta interest pada contoh sampel tertentu sambil mengabaikan sampel lain yang mungkin lebih representatif.

Untuk mencegah terjadinya bias, hal yang dilakukan antara lain melakukan konformisasi format dan metode penilaian dengan perangkat hukum ketenagakerjaan yang ada, misalnya undang-undang tenaga kerja. Selain itu, penyelia juga harus memiliki perspektif yang komprehensif mengenai konsep penilaian kerja serta memiliki resistensi terhadap implikasi perbedaan latar belakang dan budaya dengan karyawan yang dinilai.

5. Pelatihan dan Pendidikan
Pelatihan dan pendidikan merupakan aspek yang sangat penting dalam manajemen SDM. Pelatihan merupakan kegiatan terencana perusahaan untuk meningkatkan kompetensi dan kapabilitas karyawan perusahaan. Pelatihan bertujuan meningkatkan pemahaman karyawan mengenai aplikasi kerja dalam konteks perusahaan.

Berbeda dengan pelatihan, pendidikan berorientasi pada dimensi teoretik dan spesifikasi pada aspek manajerial. Manajer-manajer dalam perusahaan diarahkan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahamannya mengenai konsep-konsep manajerial secara komprehensif sehingga dapat menjalankan fungsi manajerial secara signifikan.

Hal menarik dalam pembahasan mengenai pelatihan dan pendidikan adalah e-learning dan e-training. E-learning adalah metode pembelajaran secara online dimana perusahaan menyediakan sebuah website dengan portal materi-materi latihan sesuai dengan spesifikasi dan orientasi latihan. Dengan e-learning, maka perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya besar untuk menyelenggarakan pelatihan, cukup dengan posting materi pengajaran, maka setiap karyawan dapat mengaksesnya secara mudah. E-training adalah pelatihan secara online dimana materi pelatihan diberikan secara online. Dalam e-training, pemberian materi disajikan secara tutorial, artinya materi yang diposting adalah materi yang berkaitan dengan masalah teknis dan disampaikan dengan bahasa yang lugas. Dalam e-training, biasanya disajikan chat widget, yaitu area dimana karyawan dapat berinteraksi langsung dengan trainer melalui chatting. Dengan chat widget ini, proses training lebih mudah dilakukan dan lebih direktif.

6. Job Analysis
Job analysis (analisis jabatan) merupakan terminologi manajemen SDM yang mencakup analisis dan deskripsi suatu jabatan atau posisi dalam industri maupun organisasi. Job analysis pada dasarnya merupakan sarana untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja dalam perusahaan (organisasi) sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai.

Job analysis sangat diperlukan dalam menata kinerja perusahaan agar berjalan sesuai dengan kerangka dasar yang telah dibuat sebelumnya. Penataan kinerja dan dinamika dalam perusahaan merupakan faktor pendukung bagi kelancaran proses dalam perusahaan. Dengan penataan tersebut, maka masing-masing posisi dapat menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing secara elegan dan tidak bergesekan antara satu dengan lainnya. Dari hasil diskusi, saya menyimpulkan bahwa pelaksanaan Job analysis disesuaikan dengan kondisi-internal dan eksternal- serta kebutuhan perusahaan. Akan tetapi, yang perlu diperhatikan bahwa Job analysis harus senantiasa di up date agar perusahaan tidak ketinggalan dengan perkembangan yang terjadi serta tidak terlindas oleh progresifitas perusahaan lain, terutama perusahaan yang bergerak di bidang yang sama.

Kompetensi lembaga Peradilan Agama pasca amandemen UU No.7 1989 menjadi UU No.3 tahun 2006 bertambah, yaitu menangani sengketa ekonomi syariah. Perubahan tersebut membawa implikasi massif pada institusi peradilan agama secara umum. Perluasaan wewenang peradilan agama dalam menangani sengketa ekonomi syariah secara substantif dilatarbelakangi oleh beberapa hal. Pertama, penyelesaian sengketa dan perselisihan ekonomi syariah selama ini ditangani oleh hakim-hakim di lingkup Pengadilan Negeri yang tidak memiliki latar belakang pemahaman massif tentang ekonomi syariah. Implikasinya, pesimisme mengenai kapabilitas pengadilan negeri dalam menyelesaikan perkara ekonomi syariah muncul seiring dengan dinamika hukum masyarakat yang berkembang secara signifikan.


Kedua, Pengadilan Negeri tidak kompatibel menangani kasus sengketa lembaga keuangan syariah. Pasalnya, bagaimanapun lembaga ini memiliki dasar-dasar hukum penyelesaian perkara yang berbeda dengan yang dikehendaki pihak-pihak yang terikat dalam akad syariah. Pengadilan negeri tidak menggunakan syariah sebagai landasan hukum bagi penyelesaian sebuah perkara. Selama ini, sebelum amandemen UU Peradilan Agama, memang ada lembaga yang menangani sengketa perekonomian syariah, yakni Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas). Sebagai diketahui, akad-akad dalam ekonomi syariah berlandaskan pada al Qur’an dan al Hadits dan pelaksanaannya pun mengacu pada ketentuan-ketentuan primordial yang telah digariskan Rasulullah SAW.


Ketiga, selama ini, sebelum kasus sengketa dibawa ke Pengadilan Negeri, masalah perselisihan ditangani terlebih dahulu oleh Basan Arbitrase Syariah. Namun, peran dan fungsi Badan Arbitrase ini tidak optimal dan tidak memadai untuk menyelesaikan setiap kasus perselisihan, karena lembaga artbitrase tidak memiliki daya paksa untuk menyeret orang yang digugat ke pengadilan, sehingga tidak mengherankan jika ratusan bahkan mungkin ribuan kasus gugatan perselisihan di bidang ekonomi syariah yang tercecer, karena berada di luar kewenangan Badan Arbitrase Syariah. Banyaknya kasus gugatan di bidang ekonomi syari’ah yang tidak dapat diselesaikan Badan Atbitrase Syari’ah disebabkan Badan Arbitrase bukanlah lembaga Pengadilan.


Atas dasar itulah, UU No.7 tahun 1989 diamandemen menjadi UU No.3 tahun 2006. Institusi Peradilan Agama dianggap paling kompeten untuk menangani kasus ekonomi syariah. Hal ini didasarkan pada latar belakang pendidikan hakim-hakim pengadilan agama yang mempelajari secara massif hukum-hukum syariah, tidak terkecuali hukum-hukum mu’amalah. Selain itu, institusi peradilan agama merupakan institusi yang paling representatif karena mengintegrasikan nilai-nilai dan ajaran Islam dalam menyelesaikan perkara perdata.
Dewasa ini, diskursus mengenai kompetensi peradilan agama dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah menyeruak seiring dengan munculnya adagium bahwa kompetensi Pengadilan Agama untuk menyelesaikan sengketa ekonomi syariah ternyata tidak mudah direalisasikan. UU No. 30 Tahun 1999 membatasi kompetensi Pengadilan Agama. ‘Sesuai UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, yang berwenang menjadi lembaga eksekutorial adalah Pengadilan Negeri,” kata Hanawijaya, dalam seminar Praktek Ekonomi Syariah dan Penyelesaian Sengketa, di Jakarta.


Cukup banyak pendapat berbagai pihak yang meragukan kompetensi peradilan agama dalam menylesaikan sengketa ekonomi syariah. Selain mengacu pada UU No.30 tahun 1999, mereka juga menggunakan pertimbangan lain sebagai justifikasi atas pendapat mereka. Salah satu pertimbangan yang paling riskan menurut mereka adalah bahwa selama ini, PA tidak pernah menangani sengketa ekonomi, khususnya sengketa ekonomi syariah sehingga kompetensi PA mereka ragukan.


Selain pendapat yang kontra terhadap kompetensi PA, pendapat yang yang pro juga cukup banyak. Sebagai contoh, mantan Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA), Taufik, tak sependapat dengan Hanawijaya. Menurutnya, dalam masalah seperti ini, UU No. 30/ 1999 sekarang sudah tidak dapat diberlakukan. “UU No. 30/1999 adalah lex generalis, sedangkan UU No. 3/ 2006 itu lex specialis,” tuturnya. Taufik mendasarkan argumennya pada Pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Di situ dinyatakan, salah satu wewenang PA adalah menyelesaikan perkara antara orang-orang yang beragama Islam di bidang ekonomi syariah, yang termasuk bidang ekonomi syariah tidak hanya perbankan syariah, tetapi juga lembaga keuangan mikro syariah, asuransi syariah dan banyak bidang lainnya.

Kompetensi Peradilan Agama dalam Menyelesaikan Sengketa ekonomi Syariah

Kompetensi lembaga Peradilan Agama pasca amandemen UU No.7 1989 menjadi UU No.3 tahun 2006 bertambah, yaitu menangani sengketa ekonomi syariah. Perubahan tersebut membawa implikasi massif pada institusi peradilan agama secara umum. Perluasaan wewenang peradilan agama dalam menangani sengketa ekonomi syariah secara substantif dilatarbelakangi oleh beberapa hal. Pertama, penyelesaian sengketa dan perselisihan ekonomi syariah selama ini ditangani oleh hakim-hakim di lingkup Pengadilan Negeri yang tidak memiliki latar belakang pemahaman massif tentang ekonomi syariah. Implikasinya, pesimisme mengenai kapabilitas pengadilan negeri dalam menyelesaikan perkara ekonomi syariah muncul seiring dengan dinamika hukum masyarakat yang berkembang secara signifikan.

Kedua, Pengadilan Negeri tidak kompatibel menangani kasus sengketa lembaga keuangan syariah. Pasalnya, bagaimanapun lembaga ini memiliki dasar-dasar hukum penyelesaian perkara yang berbeda dengan yang dikehendaki pihak-pihak yang terikat dalam akad syariah. Pengadilan negeri tidak menggunakan syariah sebagai landasan hukum bagi penyelesaian sebuah perkara. Selama ini, sebelum amandemen UU Peradilan Agama, memang ada lembaga yang menangani sengketa perekonomian syariah, yakni Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas). Sebagai diketahui, akad-akad dalam ekonomi syariah berlandaskan pada al Qur’an dan al Hadits dan pelaksanaannya pun mengacu pada ketentuan-ketentuan primordial yang telah digariskan Rasulullah SAW.

Ketiga, selama ini, sebelum kasus sengketa dibawa ke Pengadilan Negeri, masalah perselisihan ditangani terlebih dahulu oleh Basan Arbitrase Syariah. Namun, peran dan fungsi Badan Arbitrase ini tidak optimal dan tidak memadai untuk menyelesaikan setiap kasus perselisihan, karena lembaga artbitrase tidak memiliki daya paksa untuk menyeret orang yang digugat ke pengadilan, sehingga tidak mengherankan jika ratusan bahkan mungkin ribuan kasus gugatan perselisihan di bidang ekonomi syariah yang tercecer, karena berada di luar kewenangan Badan Arbitrase Syariah. Banyaknya kasus gugatan di bidang ekonomi syari’ah yang tidak dapat diselesaikan Badan Atbitrase Syari’ah disebabkan Badan Arbitrase bukanlah lembaga Pengadilan.

Atas dasar itulah, UU No.7 tahun 1989 diamandemen menjadi UU No.3 tahun 2006. Institusi Peradilan Agama dianggap paling kompeten untuk menangani kasus ekonomi syariah. Hal ini didasarkan pada latar belakang pendidikan hakim-hakim pengadilan agama yang mempelajari secara massif hukum-hukum syariah, tidak terkecuali hukum-hukum mu’amalah. Selain itu, institusi peradilan agama merupakan institusi yang paling representatif karena mengintegrasikan nilai-nilai dan ajaran Islam dalam menyelesaikan perkara perdata.
Dewasa ini, diskursus mengenai kompetensi peradilan agama dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah menyeruak seiring dengan munculnya adagium bahwa kompetensi Pengadilan Agama untuk menyelesaikan sengketa ekonomi syariah ternyata tidak mudah direalisasikan. UU No. 30 Tahun 1999 membatasi kompetensi Pengadilan Agama. ‘Sesuai UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, yang berwenang menjadi lembaga eksekutorial adalah Pengadilan Negeri,” kata Hanawijaya, dalam seminar Praktek Ekonomi Syariah dan Penyelesaian Sengketa, di Jakarta.

Cukup banyak pendapat berbagai pihak yang meragukan kompetensi peradilan agama dalam menylesaikan sengketa ekonomi syariah. Selain mengacu pada UU No.30 tahun 1999, mereka juga menggunakan pertimbangan lain sebagai justifikasi atas pendapat mereka. Salah satu pertimbangan yang paling riskan menurut mereka adalah bahwa selama ini, PA tidak pernah menangani sengketa ekonomi, khususnya sengketa ekonomi syariah sehingga kompetensi PA mereka ragukan.

Selain pendapat yang kontra terhadap kompetensi PA, pendapat yang yang pro juga cukup banyak. Sebagai contoh, mantan Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA), Taufik, tak sependapat dengan Hanawijaya. Menurutnya, dalam masalah seperti ini, UU No. 30/ 1999 sekarang sudah tidak dapat diberlakukan. “UU No. 30/1999 adalah lex generalis, sedangkan UU No. 3/ 2006 itu lex specialis,” tuturnya. Taufik mendasarkan argumennya pada Pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Di situ dinyatakan, salah satu wewenang PA adalah menyelesaikan perkara antara orang-orang yang beragama Islam di bidang ekonomi syariah, yang termasuk bidang ekonomi syariah tidak hanya perbankan syariah, tetapi juga lembaga keuangan mikro syariah, asuransi syariah dan banyak bidang lainnya.

kesiapan hakim pengadilan agama menangani sengketa ekonomi syariah

Amandemen UU No.7 tahun 1989 menjadi UU No.3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama membawa perubahan signifikan pada institusi pengadilan agama. Kewenangan pengadilan agama bertambah dari sebelumnya hanya menangani perkara-perkara sumir -sebagian besar masalah perceraian- kini dihadapkan pada perkara-perkara ekonomi syari’ah yang relatif baru dalam dunia ekonomi Indonesia. Perkara ekonomi syariah merupakan perkara yang memiliki spesifikasi tersendiri dibanding perkara-perkara perdata ke-Islam-an lainnya. Lahirnya UU No. 3 Tahun tentang Peradilan Agama adalah suatu konsekuensi logis dari pemberlakuan konsep “satu atap dalam pembinaan lembaga Peradilan di bawah Mahkamah Agung RI” atau yang biasa dikenal dengan istilah “One roof system”, sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-undang No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung RI
Kewenangan pengadilan agama untuk menangani sengketa ekonomi syariah tercantum dalam pasal 49 UU No.3 tahun 2006, ‘Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syariah’. Materi pasal ini secara tegas mengamanahkan kepada institusi pengadilan agama untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara ekonomi syariah diantara orang-orang beragama Islam.

Salah satu polemik yang alot diperbincangkan oleh berbagai pihak, mulai dari akademisi, praktisi hukum, praktisi perbankan, hingga masyarakat awam adalah sejauhmana kesiapan hakim-hakim pengadilan agama untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara ekonomi syariah?. Pasalnya, beberapa pihak menilai bahwa hakim pengadilan agama tidak siap untuk menyelesaikan sengketa ekonomi syariah karena selama ini mereka hanya menangani perkara-perkara sumir. Sebagai diketahui, penyelesaian sengketa ekonomi syariah sebelum adanya amandemen dilakukan di Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basayarnas) dan Pengadilan Negeri.

Penyelesaian sengketa ekonomi syariah juga memiliki mekanisme yang lebih spesifik dibanding perkara-perkara sumir yang selama ini ditangani oleh pengadilan agama. Tidak sedikit pihak yang kemudian ragu apakah hakim pengadilan agama siap dan memiliki kompetensi yang tinggi untuk menangani perkara ekonomi syariah. Keraguan ini cukup beralasan karena penetapan UU No.3 tahun 2006 yang mengatur kewenangan pengadilan agama untuk menangani perkara ekonomi syariah dianggap kurang perencanaan yang matang, paling tidak karena beberapa hal. Pertama, perluasan kewenangan pengadilan agama tidak disertai dengan perangkat peraturan pendukung yang signifikan mengenai mekanisme beracara dalam perkara ekonomi syariah serta mekanisme pemeriksaan dan penyelesaian perkara ekonomi syariah. Kedua, banyak hakim pengadilan agama belum mendapatkan pengkajian massif mengenai ekonomi syariah, baik di lingkungan akademik maupun di institusi pengadilan agama itu sendiri.

Wednesday, May 14, 2008

Best Anime Naruto Wallpapers



Tuesday, May 13, 2008

Jolie

Photobucket


### Preview Image ###

Suigintou

Photobucket


### Preview Image ###

Sister Princess

Photobucket


### Preview Image ###

Monday, May 12, 2008

Naruto Anime Wallpapers #2

new naruto wallpaper #2new naruto wallpaper #2


best gallery anime narutobest gallery anime naruto


free naruto wallpaperfree naruto wallpaper

Best new naruto wallpaper

naruto wallpaperGet best new naruto wallpaper here


naruto ninja wallpaperLook new naruto ninja wallpaper here

Saturday, May 10, 2008

Best Naruto Hinata fall in love Wallpapers

Naruto and Hinata in loveNaruto and Hinata in love


Naruto and Hinata best picture in loveNaruto and Hinata best picture in love


Naruto love HinataNaruto love Hinata


Naruto and Hinata Fall in LoveNaruto and Hinata Fall in Love

Best Naruto Shippuden Wallpapers #2

Naruto Shippuden WallpaperNaruto Shippuden Wallpaper


Best Naruto Shippuden WallpaperBest Naruto Shippuden Wallpaper

Naruto ShippudenNaruto Shippuden


Naruto Shippuden pictureNaruto Shippuden Picture

Thursday, May 8, 2008

Best Ebisu Wallpapers

Ebisu WallpaperEbisu Wallpaper


Ebisu Wallpaper #2Ebisu Wallpaper #2


Ebisu Wallpaper #3Ebisu Wallpaper #3

Wednesday, May 7, 2008

Best Demon Brothers Wallpapers

Demon Brothers WallpaperDemon Brothers Wallpaper


Demon Brothers Wallpaper #2Demon Brothers Wallpaper #2


Demon Brothers Wallpaper #3Demon Brothers Wallpaper #3

Monday, May 5, 2008

Best Naruto Shippuden Wallpapers

Naruto Shippuden WallpaperNaruto Shippuden Wallpaper


Naruto Shippuden Wallpaper #2Naruto Shippuden Wallpaper #2


Naruto Shippuden Wallpaper #3Naruto Shippuden Wallpaper #3


Naruto Shippuden Wallpaper #4Naruto Shippuden Wallpaper #4

Saturday, May 3, 2008

Best Naruto Kyuubi Wallpapers

Naruto Kyuubi WallpaperNaruto Kyuubi Wallpaper


Naruto Kyuubi Wallpaper #2Naruto Kyuubi Wallpaper #2


Naruto Kyuubi Wallpaper #3Naruto Kyuubi Wallpaper #3


Naruto Kyuubi Wallpaper #4Naruto Kyuubi Wallpaper #4

Thursday, May 1, 2008

Best Yakushi Kabuto Wallpapers

Yakushi Kabuto WallpaperYakushi Kabuto Wallpaper


Yakushi Kabuto pictureYakushi Kabuto picture


Yakushi Kabuto imageYakushi Kabuto image

About This Blog

About This Blog

  © Blogger template Brooklyn by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP